Asal Usul Sendang Panguripan
Ceritanya pada masa itu, ada sebuah kejadian di musim ketiga yang berlangsung lama hingga tahun-tahunan, yang menjadikan keadaan Sarwagaring. Pohon-pohon atau tanaman mati, sumber air pun kering.
Keadaan ini menyebabkan masyarakat kekurangan makanan, tumbuhan kering semua. Waktu itu jaman pemerintahan Kraton Majapahit dan yang berdiri sebagai raja yaitu Prabu Hayam Wuruk.
Pada suatu hari ketika sedang diadakan upacara besar di istana Majapahit, ada seorang perwira yang bertekad menjaga perdamaian yaitu Benasri, menceritakan kepada raja bahwa di daerah selatan gunung Merapi keadaannya sangat memprihatinkan karena musim panjang ketiga yang menyebabkan kondisi menjadi kering semua. Orang-orang disana semua terkena penyakit karena kekurangan makanan dan bahkan banyak diantara mereka yang meninggal dunia.
Sang raja sangat sedih mendengar laporan Banasri, ia ingin secepatnya meyakinkannya mengenai keadaan yang sebenarnya.
Sang Raja kemudian memanggil petugas kraton yang bernama Kyai Sapu Jagad diperintah untuk memeriksa situasi yang sebenarnya di selatan Gunung Merapi. Kyai Sapu Jagad menuruti perintah Sang Praba untuk pergi ke selatan gunung merapi.
Karena tempatnya yang jauh dan termasuk tempat terakhir, maka Kyai Sapu Jagad mempunyai permintaan mengajak teman yaitu Ki Jajak muridnya.
Ceritanya, sesampainya di tempat tujuan dan memasuki pedesaan, ia melihat keadaan yang sungguh memprihatinkan.
Melihat keadaan yang seperti itu yang membuat hatinya sedih, Kyai Sapu Jagad tidak berhentii berdoa hingga tidak terasa air matanya menetes membasahi pipinya.
Kondisi dulu yang subur, tanaman yang hijau tinggal seperti halaman yang bersih. Rumput alang-alang yang biasanya tahan terhadap kondisi panas menjadi kering semuanya. Di sepanjang jalan Kyai Sapujagad dan Ki Jajak hanya bertemu anjing kurus – kurus yang pada mencari makanan.
Apalagi jika bertemu dengan orang, kelihatann kurus kelihatan hanya tinggal tulang dan kulit saja, igane katon gegambangan karena pada waktu itu orang-orang tidak memakai pakaian, tidak kuat menahan panasnya keadaan.
Jika ada orang-orang yang berkumpul satu keluarga kelihatan seperti tidak berdaya dan tidak punya harapan apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang ada hanya air mata yang mengalir karena sudah lama tidak kemasukan makanan dan minuman.
Melihat keadaan seperti itu, Kyai Sapu-Jagad dan ki jajak tidak tega hati, Lalu menghampiri orang- orang tadi dengan memberikan bingkisan berisi makanan yang dibawa ketika berangkat dari Kraton. Orang yang diberi kelihatan senang sekali walaupun makanan yang diberikan tidak seberapa.
Karena bekal yang dibawa Kyai Sapujagad dan Ki Jajak sudah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ketemu maka Kyai SapuJagad dan Ki Jajak sampai tidak makan karena perasaan trenyuh melihat keadaan yang sangat menyedihkan hati.
Pada akhirnya Kyai Sapu Jagad dan Ki Jajak terasa lemas hingga setengah sadar atau pingsan.
Dalam keadaan setengah sadar, ada keadaan yang menyebabkan Kyai Sapu Jagad kaget, Seolah-olah ada suara dumeling ngemu perbawa. Lirih-lirih suara yang didengar “Semedi” suara itu seolah-olah perintan agar supaya bersemedi atau mengikuti petunjuk Tuhan yang menciptakan seluruh dunia dan seisinya.
Kyai Sapu Jagad dengan keadaan badan yang tidak mempunyai daya kemudian menata pikiran dan hatinya mengikuti petunjuk dari Gusti Kang murba dumadi. Pada saat bersemedi kira-kira sudah larut malam ada suara lagi yang didengar supaya Kyai Sapu Jagad mengakhiri Semedinya dan menghentakkan kaki dan tangannya di dekat dahan atau batang kayu didekat tempat yang untuk semedi. Ada pula rumor bahwa tidak lama lagi Gunung Merapi akan segera meletus, namun meskipun meletus tidak akan membahayakan, justru letusan tersebut akan membuat situasi menjadi subur karena akan terdapat sungai-sungai yang mengalir di bagian selatan gunung.
Kyai Sapu Jagad kemudian njugarake untuk bertapa dan bergegas melakukan wangsit yang diterima. Di bawah tiang kayu yang sudah kering, Kyai Sapu Jagad menghentakkan kaki kanannya sebanyak tiga kali.
Bahkan ada kejadian aneh yang tidak masuk akal karena ada air yang muncrat atau memantul.
Orang-orang yang sudah tidak mempunyai daya karena beberapa hari tidak makan dan minum melihat keaadaan tadi kemudian pada lari menghampiri air yang muncrat tambah besar. Orang-orang tadi pada minum dan berteriak “ Hidup, hidup,…..Hidup lagi”.
Kyai Sapu Jagad melihat pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa seperti itu, lalu berpesan kepada orang-orang yang disana agar supaya tempat keluarnya air itu dijaga, dipepetri minangka. “ Sendhang Panguripan”.
Ki Jajak diperintah untuk menjaga Sendhang Panguripan supaya bisa lestari dan berguna bagi orang-orang disekitarnya.
Sementara Kyai Sapu Jagad bakal meneliti keadaan di kanan kirinya gunung merapi. Kira-kira 2 bulan lamanya kejadian Sendhang Panguripan orang-orang disana terlihat tentram pikirannya.
Namun di salah satu waktu ada kejadian aneh di Sendhang Panguripan. Pada waktu itu ada orang yang seperti biasanya pada mengambil air, tetapi setelah sampai di Sendhang orang-orang tadi teriak-teriak meminta tolong dan terlihat ketakutan.
Orang-orang tadi berteriak-teriak sambil berlari mencari Ki Jajak yang dimana pada waktu itu telah membangun rumah di barat daya Sendhang, sambil menunggu gurunya yaitu Kyai Sapu Jagad yang lagi jalan-jalan meneliti keadaan dikanan kiri gunung.
Ki Jajak kaget ketika ada orang-orang yang berteriak-teriak meminta tolong dengan tangannya yang gemetaran seperti ketakutan.
Orang-orang tadi kemudian berbicara kepada Ki Jajak kejadian yang dialami ketika mau mengambil air di Sendhang Panguripan bahwa ada kejadian yang aneh.
Air umbulnya mengalir tidak seperti biasanya tetapi mengalir semakin besar dan keluar ikan yang tidak seperti ikan-ikan sungai pada umumnya, karena ikannya pipih tapi pendek-pendek. Mendengar laporan dari orang tadi Ki Jajak bergegas masuk ke rumah mengambil pedang dan dandang. Serta berjalan menuju kandang kerbaunya yang berada di sawetane rumah.
Orang-orang yang atur lapuran tambah bingung tidak tahu apa yang bakal di lakukan ki Jajak. Ki Jajak kemudian bicara kepada orang tadi jika mau menyembelih kerbau agar air sendhang menjadi kering dan dandang ini untuk wadah darahnya.
Setelah selesai menyembelih kerbau tadi Ki Jajak dan orang-orang kemudian menuju Sendhang Panguripan yang airnya semakin besar keluarnya sampai tumpah-tumpah, sampai di kiri kanannya sendhang Ki Jajak sambil berdoa segera meletakkan kepala kerbau dan dandang isi darah pada bolongan keluarnya air. Kejadian aneh terjadi yaitu air yang menyembur keluar begitu saja menjadi semakin kecil.
Ki Jajak kemudian memberi keterangan kepada orang-orang di sana jika keadaan itu tidak segera teratasi maka air akan dapat menggenangi wilayah tersebut, maka berpesan kepada orang-orang disana agar supaya dilestarikan supaya bisa mencukupi kebutuhan hidup.